Jumat, 08 Maret 2013

Laporan Biokimia Uji Reaksi Protein



       I.            Tujuan
Dapat memahami metode identifikasi protein secara kualitatif.
Dapat memepelajari beberapa reaksi uji terhadap asam amino dan protein.
    II.            Teori Dasar
Protein berasal dari bahasa Yunani protos, yang berarti “yang paling utama”. Protein merupakan senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung komposisi rata-rata unsur kimia yaitu karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 26%, dan kadang kala sulfur 0-3% serta fosfor 0-3%. Protein merupakan komponen utama sel hewan dan manusia. Proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalisator. Disamping itu hemoglobin dalam butir-butir darah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. Terdapat ikatan kimia lain dalam protein yaitu ikatan hidrogen, ikatan hidrofob, ikatan ion/ikatan elektrostatik, dan ikatan Van Der Waals. Protein dapat tidak stabil terhadap beberapa faktor yaitu pH, radiasi, suhu, medium pelarut organik, dan detergen.
Penggolongan protein dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
A. Berdasarkan struktur molekulnya. Struktur protein terdiri dari empat macam:
1.  Struktur primer (struktur utama)
Struktur ini terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan satu sama lainsecara kovalen melalui ikatan peptida.
2.  Struktur sekunder 
Protein sudah mengalami interaksi intermolekul, melalui rantai samping asam amino. Ikatan yang membentuk struktur ini, didominasi oleh ikatan hidrogen antar rantai samping yang membentuk pola tertentu bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya.

3.  Struktur tersier
Terbentuknya karena adanya pelipatan membentuk struktur yang kompleks. Pelipatan distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida, interaksi ionik,ikatan hidrofobik, ikatan hidrofilik.
4.  Struktur Kuartener
Terbentuk dari beberapa bentuk tersier, dengan kata lain multi sub unit. Interaksi intermolekul antar sub unit protein ini membentuk struktur keempat/kuartener.
B. Berdasarkan Bentuk dan Sifat Fisik 
1. Protein Globular 
Terdiri dari polipeptida yang bergabung satu sama lain (berlipat rapat) membentuk bulat padat. Misalnya enzim, albumin, globulin, protamin, protein ini larut dalam air, asam, basa dan etanol.
2. Protein serabut (fibrous protein)
Terdiri dari peptida berantai panjang dan berupa serat-serat yang tersusun memanjang dan memberikan peran struktural atau pelindung. Protein ini tidak larut dalam air, asam, basa maupun etanol.
C. Berdasarkan Fungsi Biologi
Pembagian protein didasarkan pada fungsinya di dalam tubuh, antara lain:
1.    Enzim (ribonukease, tripsin)
2.    Protein transport (hemoglobin, mioglobin, serum, albumin)
3.    Protein nutrien dan penyimpan (gliadin/gandum, ovalbumin/telur, kasein/ susu, feritin/ jaringan hewan)
4.    Protein kontraktil (aktin dan tubulin)
5.    Protein struktural (kolagen, keratin, fibrion)
6.    Protein pertahanan (antibodi, fibrinogen dan trombin, bisa ular)
7.    Protein pengatur (hormon insulin dan hormon paratiroid)
D.    Berdasarkan Daya Larutnya
1.      Albumin
Larut air, mengendap dengan garam konsentrasi tinggi.
2.      Globulin Glutelin
Tidak larut dalam larutan netral, larut asam dan basa encer.
3.      Gliadin (prolamin)
Larut etanol 70-80%, tidak larut air dan etanol 100
4.      Histon
Bersifat basa, cenderung berikatan dengan asam nukleat di dalam sel. Globin bereaksi dengan heme (senyawa asam menjadi hemoglobin). Tidak larut air, garam encer dan pekat (jenuh 30-50%)
5.      Protamin
Larut dalam air dan berdifat basa, dapat berikatan dengan asam nukleat menjadi nukleoprotamin (sperma ikan).

Sifat-sifat penting protein :
1.      Ionisasi : apabila larut dalam air akan membentuk ion positif dan negatif
2.      Denaturasi : perubahan konformasi serta posisi protein sehingga aktivitasnya berkurang atau kemampuan menunjang aktivitas organ tertentu dalam tubuh hilang.
3.      Viskositas : tahanan yang timbul adanya gesekan antara molekul didalam zat cair yang mengalir.
4.      Kritalisasi : proses yang sering dilakukan dengan jalam penambahan garam amonium sulfat atau NaCl pada larutan dengan pengaturan pH pada titik isolistriknya.
5.      Sistem Koloid : sisten yang heterogen terdiri atas dua fase yaitu partikel kecil yang terdispersi dari medium atau pelarutnya (Poedjiadi, 1994)

Fungsi Protein:
1.      Sebagai katalis reaksi enzimatis
2.      Sebagai sarana transportasi, sejumlah protein spesifik berperan sebagai proses transport ion dan molekul-molekul kecil.
3.      Sebagai koordinasi dalam pergerakan, yaitu sebagai pembantu sel dalam berkontraksi
4.      Sebagai pendukung mekanik/kerangka
5.      Sebagai pertahanan kekuatan kulit dan tulang
6.      Sebagai sistem kekebalan atau perlidungan yaitu pertahanan sel dalam serangan benda asing.
7.      Penghasil dan penerus rangsangan sistem saraf.

Uji protein dengan metode identifikasi protein secara kualitatif dapat menggunakan prinsip :
-           Uji Biuret : pembentukan senyawa kompleks koordinat yang berwarna yang dibentuk oleh Cu²‡ dengan gugus –CO dan –NH pada ikatan peptida dalam larutan suasana basa.
-          Pengendapan dengan logam : pembentukan senyawa tak larut antara protein dan logam berat.
-          Pengendapan dengan garam   : pembentukan senyawa tak larut antara protein dan ammonium sulfat.
-          Pengendapan dengan alkohol : pembentukan senyawa tak larut antara protein dan alkohol.
-          Uji koagulasi : perubahan bentuk yang ireversibel dari protein akibat dari pengaruh pemanasan.
-          Denaturasi protein : perubahan pada suatu protein akibat dari kondisi lingkungan yang sangat ekstrim.
 III.            Alat dan Bahan
1.       Alat
-             Tabung reaksi
-             Pipet tetes
-             Rak tabung reaksi
-             Gelas ukur
-             Gelas kimia
-             Kertas saring
-             Corong
-             Batang pengaduk
2.           Bahan
-             Larutan protein ( Gelatin )
-             NaOH 2.5 N
-             CuSO4 0.01 M
-             HgCl2 0.2 M
-             Pb Asetat 0.2 M
-             Amonium Sulfat
-             Reagen Millon
-             Larutan albumin
-             Buffer Asetat PH 4.7 ( 1 M )
-             HCl 0.1 M
-             Etil Alkohol 95 %
-             Asam Asetat 1 M

III.                       Prosedur Kerja
A.       Uji Biuret
-          3 ml larutan protein ( gelatin ) dimasukkan kedalam tabung reaksi.
-          Ditambahkan 1 ml NaOH 2.5 N kemudian diaduk.
-          Ditambahkan 1 tetes CuSO4 0.01 M kemudian diaduk.
-          Jika tidak timbul warna, ditambahkan lagi 1 sampai 2 tetes CuSO4.
B.     Pengendapan dengan logam
-          3 ml larutan protein ( albumin atau gelatin ) dimasukkan kedalam tabung reaksi.
-          Ditambahkan 5 tetes HgCl2 0.2 M.
-          Ulangi percobaan dengan menggunakan Pb Asetat 0.2 M.
C.     Pengendapan dengan garam
-          Larutan protein ( albumin ) dijenuhkan dengan amonium sulfat. Dengan cara menambahkan sedikit garam kedalam larutan protein kemudian diaduk sampai larut dan ditambahkan sedikit amonium sulfat kemudian diaduk sampai garam tertinggal tidak larut.
-          Setelah larutan jenuh kemudian disaring.
-          Uji kelarutan endapan didalam air.
-          Uji endapan dengan reagen Millon dan filtrat dengan uji biuret.
D.    Pengendapan dengan alkohol
-          Tabung 1 : 5 ml larutan Albumin ditambahkan 1 ml Buffer asetat PH 4.7 ( 1 M ) ditambahkan 6 ml Etil alkohol 95 %.
-          Tabung 2 : 5 ml larutan Albumin ditambahkan HCl 0.1 M ditambahkan 6 ml Etil alkohol 95%.
-          Tabung 3 : 5 ml larutan Albumin ditambahkan NaOH 0.1 M ditambahkan 6 ml Etil alkohol 95 %.
E.     Uji Koagulasi
-          5 ml larutan protein dimasukkan kedalam tabung reaksi.
-          Ditambahkan 2 tetes Asam asetat 1 M.
-          Letakkan tabung didalam air mendidih selama 5 menit.
-          Ambil endapan menggunakan batang pengaduk.
-          Uji kelarutan endapan didalam air.
-          Uji endapan dengan reagen Millon.
F.      Denaturasi Protein
-          Tabung 1 : 9 ml larutan Albumin ditambahkan 1 ml HCl 0.1 M.
-          Tabung 2 : 9 ml larutan Albumin ditambahkan 1 ml NaOH 0.1 M.
-          Tabung 3 : 9 ml larutan Albumin ditambahkan Buffer asetat PH 4.7 ( 1 M ).    
IV. Data Pengamatan dan Perhitungan
V. 1.        Data pengamatan
a.       Uji Biuret
Larutan protein (gelatin) 3 ml dicampurkan dengan 1ml NaOH 3,5 N menghasilkan larutan berwarna kuning bening. Setelah itu, ditambahkan CuSO4 larutan berwarna keunguan, sebanyak 7 tetes.
b.      Pengendapan dengan logam
Larutan protein (albumin) + HgCl2­ menghasilkan endapan berwarna putih susu, endapan berada dibawah.
Larutan protein (albumin) + Pb asetat menghasilkan endapan berwarnaputih susu, endapan dibawah.
v  Larutan protein (gelatin) + HgCl2           tidak terjadi endapan, warna tetap seperti semula.
v  Larutan protein (gelatin) + Pb asetat         tidak terjadi endapan, dan warna juga tetap.
Tidak terjadi endapan dan perubahan warna dikarenakan gelatin yang digunakan mengandung sangat sedikit protein.

c.       Pengendapan dengan garam
v  Larutan protein (albumin) ditambahkan dengan larutan amonium sulfat, larutan berwarna kuning bening, setelah disaring dan diendapkan didalam air, larutan tetap berwarna kuning bening. Kemudian larutan disaring dan ditambahkan 5 tetes reagen millon dan menghasilkan endapan putih.
v  Ammonium sulfat serbuk ditambahkan dengan larutan albumin menghasilkan warna kuning bening dan endapan putih bagian bawah.
d.      Pengendapan dengan alkohol
v  Tabung 1 : albumin + buffer asetat + etanol menghasilkan larutan yang tidak larut, ada endapan yang banyak berwarna putih di bagian tengah, larutan berwarna bening di atas, dan larutan agak keruh di bawah.
v  Tabung 2 : albumin + HCl + etanol menghasilkan larutan yang tidak larut ada endapan sedikit berwarna putih, larutan berwarna bening di atas, dan larutan agak keruh di bawah.
v  Tabung 3 : albumin + NaOH + etanol menghasilkan larutan yang larut, tetapi tidak sempurna dan tidak mempunyai endapan, namun larutan berwarna bening di atas, dan larutan agak keruh di bawah.
e.       Uji Koagulasi
v  Albumin + asam asetat + 1 M terbentuk endapan berwarna puith, endapan menggumpal.
v  Endapan + air menghasilkan endapan protein yang tidak larut.
v  Endapan + reagen millon menghasilkan endapan tidak larut tetapi menghasilkan warna coklat pada endapan dan larutannya.
f.       Denaturasi Protein.
              Setelah dan sesudah ditambahkan
v  Pada tabung 1 : albumin + HCl menghasilkan larutan yang memisah atau tidak larut dibagian atas.
v  Pada tabung 2 : albumin + NaOH menghasilkan larutan yang memisah atau tiak larut dibagian atas.
v  Pada tabung 3 : albumin + Buffer asetat menghasilkan larutan yang memisah atau tidak larut dibagian atas.

Setelah dipanaskan
v  Pada tabung 1 : terjadi endapan dan tersisa larutan bening diatas.
v  Pada tabung 2 : terjadi endapan dan tersisa larutan kuning dibagian atas.
v  Pada tabung 3 : mengendap sempurna dan lebih dulu terjadi endapan.

Setelah ditambahkan dengan buffer asetat.
v  Pada tabung 1 : penambahan buffer asetat menyebabkan protein rusak, sehingga tidak terjadi endapan.
v  Pada tabung 2 : penambahan buffer asetat menyebabkan protein membentuk endapan kembali.
 
V.    Pembahasan
A.    Uji Biuret
Larutan yang digunakan pada reaksi uji protein, terutama pada uji biuret adalah albumin dan gelatin. Albumin didapat dari larutan putih telur, telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dll.
Sedangkan pada protein (gelatin) biasanya diperoleh dari bahan yang kaya akan kolagen seperti tulang sapi dan dimanfaatkan sebagai cangkang kapsul, sebagai zat pengental, penggumpal, membuat produk menjadi elastis, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, pengikat air, pelapis tipis, dan pemerkaya gizi. Gelatin sangat penting dalam rangka diversifikasi bahan makanan, karena nilai gizinya yang tinggi yaitu terutama akan tingginya kadar protein khususnya asam amino dan rendahnya kadar lemak.
Pada percobaan biuret ini yaitu yang pertama larutan protein (gelatin) ditambahkan larutan natrium hidroksida 2,5 N yang kemudian diaduk. Setelah ditambahkan natrium hidroksida 2,5 N pada gelatin yaitu tidak terjadi reaksi apa-apa dan menghasilkan larutan berwarna kuning bening. Penambahan larutan natrium hidroksida pada larutan protein tersebut yaitu sebagai katalis yang berfungsi untuk menghancurkan atau memecahkan protein. Kemudian ditambahkan juga dengan larutan tembaga sulfat pada larutan protein tersebut (gelatin) tetes demi tetes dan menghasilkan warna ungu. Hal ini menunjukan adanya peptida pada larutan protein (gelatin). Dengan penambahan larutan tembaga sulfat pada larutan gelatin, larutan tembaga sulfat yang bersifat basa bereaksi dengan polipeptida, sedangkan polipeptida merupakan penyususn protein. Yang menandakan positif adanya protein yaitu terdapat ikatan peptida lebih banyak, dapat dibuktikan saat penambahan larutan tembaga sulfat setetes demi tetes dan dikocok larutan tetap berwarna ungu, hal ini menandakan bahwa ikatan peptidanya kuat, karena apabila ikatan peptinya lemah, saat larutan protein ditambahkan tembaga sulfat yaitu warna ungunya akan memudar saat dikocok. Reaksi uji biuret ini memberikan hasil yang positif akibat pembentukan senyawa kompleks Cu2+ gugus -CO dan -NH dari suatu rantai peptida dalam suasana basa. Dipeptida dari asam-asam amino histidin, serin, dan treonin tidak memberikan reaksi untuk uji biuret. 
B.     Pengendapan Dengan Logam
Pada percobaan ini masing-masing tabung diisi dengan larutan gelatin, pada tabung pertama larutan gelatin ditambahkan 5 tetes HgCl2 sedangkan tabung reaksi kedua ditambahkan 5 tetes PbSO4. Pada tabung reaksi pertama larutan gelatin yang ditambahkan HgCl2 menunjukkan warna yang tetap yaitu berwarna kuning bening, sedangkan tabung reaksi kedua yang berisi larutan gelatin yang ditambahkan PbSO4 juga menunjukkan warna tetap yaitu kuning bening. Tidak terbentuknya endapan dengan logam pada percobaan ini dikarenakan protein bukan merupakan protein asli sehingga tidak mudah mengendapkan larutan gelatin ini.
Selanjutnya larutan gelatin diganti dengan albumin yang juga merupakan protein. Perlakuan yang sama dilakukan pada kedua tabung reaksi yang berisi larutan albumin. Pada percobaan ini dapat diamati pengendapan yang terjadi pada masing-masing tabung, pada tabung pertama yang berisi larutan albumin ditambahkan HgCl2 menghasilkan endapan yang lebih banyak dibandingkan dengan tabung reaksi dua yang berisi larutan albumin ditambahkan PbSO4. Pada tabung pertama endapan berada diatas dan endapan berwarna putih susu, sedangkan pada tabung kedua endapan terdapat dibawah tabung dan larutan berwarna keruh, endapan yang terjadi juga berwarna putih. Larutan protein yang ditambahkan HgCl2 lebih banyak menghasilkan endapan karena apabila protein direaksikan dengan logam akan terjadi ikatan lebih kuat dan itu yang menyebabkan terjadi reaksi lebih cepat, sehingga akan mempengaruhi logam berat terhadap larutan protein. Dan hal ini juga  terjadi karena tetapan disosiasi HgCl2 lebih besar daripada PbSO4.  Pada saat ditambahkan ke dalam larutan protein, HgCl2 akan terionisasi dan lebih banyak dalam bentuk Hg2+sehingga protein lebih cepat bereaksi dengan Hg2+ tersebut dan menghasilkan endapan dalam jumlah yang lebih banyak kdaripada pengendapan oleh logam PbSO4 yang memiliki tetapan disosiasi lebih kecil dari Hg.
Ikatan yang amat kuat dari reaksi protein yang ditambahkan dengan HgCl2 akan memutuskan ikatan jembatan garam, sehingga akan terjadi denaturasi, secara bersama gugus –COOH dan gugus –NH2 yang terdapat pada protein dapat bereaksi dengan ion logam berat dan dapat membentuk senyawa kelat. Ion-ion yang dapat membentuk endapan logam dengan protein antara lain adalah Ag, Ca, Zn, Hg, Fe, Cu, Co, Mn, dan Pb. Selain gugus –COOH dan gugus –NH2, gugus –R pada molekul asam amino tertentu dapat pula mengadakan reaksi dengan ion atau senyawa lain. Gugus –SH pada molekul akan bereaksi dengan dengan ion Hg. Jumlah endapan yang dihasilkan dipengaruhi oleh kereaktifan logam berat yang ditambahkan. Logam Hg lebih reaktif daripada logam Pb karena merupakan logam transisi pada sistem periodik.

C.     Pengendapan Dengan Garam
Yang dilakukan dalam percobaan ini adalah larutan protein (albumin), mula-mula larutan albumin ditambahkan dengan larutan ammonium sulfat menghasilkan larutan berwarna kuning bening, setelah itu disaring dan diendapkan dalam air menghasilkan larutan berwarna kuning bening. Kemudian larutan yang disaring ditambahkan 5 tetes reagen millon dan menghasilkan endapan putih. Sedangkan penambahan ammonium sulfat serbuk pada larutan protein (albumin) menghasilkan warna kuning bening dan endapan putih dibagian bawah.
Pada endapan garam yang dilarutkan dengan air yaitu semua endapan larut, karena sifat garam yang hidrofobik, jadi saat garam dilarutkan pada air, garam akan menyerap air sehingga garam mudah larut dalam air. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk mengdehidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang.
D.    Pengendapan Dengan Alkohol
3 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan larutan albumin, pada tabung pertama yang berisi larutan albumin ditambahkan dengan Buffer asetat pH 4,7 (1 M), setelah ditambahkan Buffer asetat pH 4,7 (1 M) pada larutan albumin tidak reaksi apa-apa pada larutan, yaitu larutan tetap berwarna putih keruh. Kemudian pada larutan tersebut ditambahkan juga larutan etil alkohl 95 %, dan reaksi yang didapat pada larutan tersebut adalah terdapat 3 lapisan pada larutan yaitu pada lapisan atas berwarna bening, lapisan tengah berwarna putih ( endapan banyak ) dan lapisan bawah berwarna agak keruh. Pada pH buffer asetat 4,7 dan pH albumin 4,5-4,8 hal inilah yang membuat ikatannya lebih cepat, sehingga akan membentuk endapan lebih banyak.
Pada tabung yang kedua berisi larutan albumin ditambahkan dengan HCl 0,1 M, reaksi yang di dapat setelah penambahan HCl pada larutan albumin yaitu warnanya tetap putih keruh. Kemudian pada larutan tersebut ditambahkan larutan etil alkohol 95 %, reaksi yang didapat pada larutan tersebut adalah terdapat 3 lapisan pada larutan yaitu pada lapisan atas berwarna bening, lapisan tengah berwarna putih ( endapan sedikit ) dan lapisan bawah berwarna agak keruh.
Pada tabung yang ketiga berisi larutan albumin ditambahkan dengan NaOH 0,1 M, reaksi yang didapat setelah penambahan NaOH pada larutan albumin yaitu larutan tetap berwarna putih keruh. Kemudian pada larutan tersebut ditambahkan larutan etil alkohol 95 %, reaksi yang didapat pada larutan tersebut adalah terdapat 2 lapisan pada larutan, lapisan atas berwarna bening dan lapisan bawah agak keruh.
Tujuan reaksi pengendapan dengan alkohol pada reaksi diatas yaitu untuk mengetahui pengaruh alkohol terhadap larutan protein. Dan berfungsi juga untuk menurunkan konstanta dielektrik pada larutan sehingga gaya tarik-menarik antar molekul jadi semakin kuat. Kemudian alkohol akan mengkondisikan gugus positif pada asam amino untuk bereaksi dengan gugus negatif yang ada dalam larutan, sehingga pada suasana tertentu mampu membentuk endapan. Albumin yang ditambah larutan penyangga (buffer) pH 4,7 paling banyak menghasilkan endapan, hal ini terjadi karena pH tersebut merupakan titik isoelektrik protein sehingga endapan yang terbentuk merupakan jumlah yang paling maksimal. Albumin yang ditambahkan HCl juga menghasilkan endapan, namun dengan kuantitas yang lebih sedikit, ini terjadi karena gugus positif pada protein berikatan dengan gugus Cl- dan gugus negatif yang ada pada larutan sehingga terbentuk endapan pada suasana asam. Sebaliknya, protein tidak terendapkan oleh alkohol pada suasana basa ( NaOH ) karena pH nya terlampau jauh dari titik isoelektrik protein. Protein juga disebut ampoter karena pada ujung rantai protein terdapat gugus asam amino dan karboksilat, sehingga mudah larut tetapi susah larut dalam lemak.

E.     Uji Koagulasi
Pada uji koagulasi, endapan albumin yang terjadi setelah penambahan asam asetat, bila direaksikan dengan pereaksi millon memberikan hasil positif terhadap reagen millon dengan berubahnya warna endapan menjadi oranye kecoklatan. Hal ini menunjukan bahwa endapan yang terbentuk benar-benar merupakan endapan protein, hanya saja telah terjadi perubahan struktur tersier ataupun kwartener, sehingga protein tersebut mengendap. Perubahan struktur tersier albumin ini tidak dapat diubah kembali ke bentuk semula, ini bisa dilihat dari tidak larutnya endapan albumin itu dalam air. Protein yang tercampur oleh senyawa logam berat akan terdenaturasi. Hal ini terjadi pada albumin yang terkoagulasi setelah ditambahkan CH3COOH. Senyawa-senyawa logam tersebut akan memutuskan jembatan garam dan berikatan dengan protein membentuk endapan logam proteinat. Protein akan terkoagulasi oleh pemanasan.
Terjadinya koagulasi disebabkan karena ion H+ dari CH3COOH terikat pada gugus negatif pada protein. Ketika ion H+ dari asam asetat masuk ke dalam larutan, akan mempengaruhi keseimbangan dan pengkutuban muatan dari molekul protein. Perubahan pengkutuban ini menyebabkan rusaknya konformasi alamiah protein seperti struktur tersier dan struktur kwartener protein. Rusaknya konformasi alamiah protein menyebabkan terganggunya stabilitas dari larutan protein, sehingga larutan protein mengalami koagulasi.

F.      Denaturasi Protein
Denaturasi protein dapat diartikan sebagai suatu perubahan terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuarterner molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Denaturasi terjadi karena terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbentuknya lipatan molekul protein.
Pada percobaan ini digunakan 3 tabung reaksi yang masing-masing tabung telah berisi larutan albumin. Pada tabung pertama ditambahkan HCl 0.1 M, tabung kedua NaOH 0.1 M, dan tabung ketiga ditambahkan buffer asetat PH 4.7. Setelah masing-masing tabung ditambahkan reagen diatas, ketiga larutan tersebut menjadi berwarna putih telur dan pada bagian atas tabung terdapat pemisahan antara reagen dengan larutan albumin tersebut, sehingga dinyatakan larutan tersebut tidak larut atau memisah.
Kemudian dilakukan pemanasan pada tiap larutan selama 15 menit, dan telah terjadi pengendapan pada masing-masing tabung. Tabung dengan penambahan buffer asetat yang larut dan mengendap sempurna lebih dahulu dibandingkan dengan penambahan HCl 0,1 M, dan NaOH 0.1 M. Pada tabung dengan penambahan HCl 0.1 M mengendap lebih banyak tetapi termasuk pengendapan sebagian karena masih terdapat pemisahan lapisan antara larutan yang mengendap dengan larutan berwarna bening pada bagian atas tabung, begitu juga dengan penambahan NaOH 0.1 M mengendap sebagian dan pada bagian atas masih terdapat larutan berwarna kuning bening. Setelah larutan tersebut didinginkan lalu pada tabung pertama dan kedua ditambahkan dengan Buffer asetat pH 4,7 (1 M), dan reaksi yang terjadi yaitu terdapat 2 lapisan pada larutan, tabung pertama dengan lapisan atas berwarna bening dan lapisan bawah berwarna putih dan tidak terbentuk endapan dikarenakan protein telah dulu rusak oleh pemanasan, sedangkan pada tabung kedua bagian atas berwarna bening dan lapisan bawah berwarna putih tetapi pada bagian tengah terdapat endapan berwarna kuning bening itu berarti protein mampu membentuk endapan kembali. Pada hal ini terjadi proses denaturasi karena terjadi endapan. Pada pH buffer 4,5 dan pH albumin 4,5 hal inilah yang membuat ikatan lebih cepat, dan membentuk endapan lebih banyak.
Endapan yang paling banyak dihasilkan oleh HCl, dan yang paling sedikit pada NaOH. Buffer asetat menghasilkan endapan karena memiliki pH 4,7 yang sama dengan pH albumin yaitu 4,5-4,9. Setiap protein mempunyai isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik. Pada pH diatas titik isolistrik protein bemuatan negatif, sedangkan dibawah titik isolistrik, protein bermuatan positif. Titik isolisrtik pada albumin adalah pH 4,5-4,9. berdasarkan percobaan albumin berdenaturasi lebih banyak pada penambahan HCl, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada protein albumin, asam amino yang mendominasi adalah asam amino yang bersifat asam.
Denaturasi protein meliputi ganguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan sruktur tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti ikatan hydrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemukan adalah proses presipitasi dan koagulasi protein seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk muatan positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. pada titik isolistrik protein mempunyai muatan psitif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak kearah elektroda positif maupun negatif, apabila ditempatkan diantara dua elektroda tersebut.




VI. Kesimpulan
1.      Pada uji biuret Pembentukan warna ungu diperoleh dari Cu2+ yang bersifat basa bereaksi dengan polipeptida.
2.      Protein terendapkan oleh logam berat seperti Pb dan Hg. Dan yang lebih cepat bereaksi adalah larutan yang ditambahkan Hg, karena tetapan disosiasi HgCl2 lebih besar daripada PbSO4.
3.      Albumin adalah protein natural, sedangkan gelatin adalah protein yang sudah di campurkan.
4.      Uji koagulasi mengakibatkan putusnya ikatan peptida
5.      Denaturasi protein dipengaruhi oleh pH.

VII.                      Daftar Pustaka
1.      Poedjiyadi, Anna dkk. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI-Press
2.      Ridwan, S. 1990. Kimia Organik edisi I. Binarupa Aksara: Jakarta
3.      Wibowo, luqman. 2009. Deskripsi dan macam-macam tingkatan struktur protein. Bandung
4.      Fessenden RJ Fessenden JS. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Pudjaatmaka AH, penerjemah. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari:Organic Chemistry.
5.      Ridwan, S. 1990. Kimia Organik edisi I. Binarupa Aksara: Jakarta
6.      Lehninger, A. 1988. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan Maggy Thenawidjaya. Erlangga, Jakarta
7.      Muchtadi, D., Nurheni Sri Palupi, dan Made Astawan. 1992. Metode kimia biokimia dan biologi dalam evaluasi nilai gizi pangan olahan. Hal.: 5-28, 82-92, dan 119-121.
8.      Winarno, F.G, 1997, KIMIA PANGAN dan GIZI, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta